Pertemuan mengharukan terjadi ketika Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto, menjenguk Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Bukan semata menjelang pemilu. Kedua purnawirawan jenderal ini seolah menunjukkan bahwa sisi humanisme seharusnya tidak hilang meski pertarungan politik sungguh sengit bahkan cenderung kejam.
Berlebihan? Siapa bilang. Ketika Prabowo terkena kasus 1998, SBY diduga kuat juga duduk dalam Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang diketuai Jenderal Wiranto. Dewan itu pulalah yang menamatkan karier Prabowo di dunia ketentaraan sebelum dirinya mencapai pangkat jenderal penuh.
SBY akhirnya berhasil menamatkan karier kemiliterannya dengan gemilang. Ia meraih pangkat jenderal bintang empat, bahkan berhasil menjadi Presiden ke-6 Indonesia. Ia dan Jenderal Purnawirawan Ryamizard Ryacudu adalah teman seangkatan Prabowo di Akademi Militer angkatan 1973.
Sebagaimana diketahui publik, pada sekitar akhir tahun 90-an, beredar dokumen berklasifikasi rahasia tentang pemecatan Prabowo. Surat tersebut ditandatangani para petinggi TNI kala itu, selain SBY, yakni Subagyo H.S. sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD), Agum Gumelar, Djamari Chaniago, Ari J. Kumaat, Fahrul Razi, dan Yusuf Kartanegara.
Dalam surat itu juga disebutkan bahwa berdasarkan hasil sidang DKP, Prabowo diketahui telah melakukan pelanggaran. Namun, yang menarik adalah selepas rekomendasi itu, Prabowo seharusnya dibawa ke pengadilan militer untuk memberi kesempatan dirinya membuktikan bahwa ia tak bersalah.
Jadi bisa dibayangkan betapa seharusnya Prabowo memendam kekecewaan terhadap SBY. Namun, dengan hadirnya mantan menantu Presiden ke-2 Indonesia itu ke rumah sakit untuk menjenguk SBY, publik menyaksikan betapa cair hubungan keduanya.
Beredar foto-foto Prabowo menjenguk SBY di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto, Jakarta, Rabu (18/7/2018) malam. SBY didiagnosis menderita sakit karena kelelahan setelah berkunjung ke Pacitan dan Yogyakarta. Seperti diberitakan Kompas.com, Prabowo tiba di RSPAD Gatot Subroto sekitar pukul 18.30 WIB. Prabowo terlihat didampingi Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Sugiono, yang ikut masuk ke dalam.
Prabowo sebagaimana Sugiono terlihat rapi dalam balutan kemeja putih, jas hitam, celana hitam, dan dasi merah, senada dengan pakaian yang dikenakan Prabowo. Sebelumnya Prabowo dijadwalkan bertemu SBY, Rabu (18/7/2018) malam. Namun, pertemuan itu batal digelar karena SBY yang semula dijadwalkan sebagai tuan rumah mengalami kelelahan.
Yang membuat terkesan banyak orang, termasuk para petinggi Demokrat adalah, Prabowo datang dengan pakaian resmi. Padahal, ini hanyalah kunjungan persahabatan kepada teman yang sedang sakit. Mantan Danjen Kopassus itu juga mengaku bahwa kunjungannya ke rumah sakit itu tak membahas koalisi, walaupun tidak menampik juga berbicara tentang politik.
“Ya, ini kan musim politik ya, jadi saya kira wajar kalau kita menjalin komunikasi,” tutur dia.
Sementara itu, Kepala Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum DPP Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean, menjelaskan penyebab SBY dirawat di rumah sakit. Ferdinand mengatakan, kondisi kesehatan SBY menurun setelah melakukan serangkaian perjalanan ke Jawa Timur dan Yogyakarta.
“Jadi sebetulnya begini, memang Pak SBY baru melakukan perjalanan ke Jawa Timur. Di sana ada acara yang harus dihadiri oleh beliau. Setelah dari Pacitan, beliau menuju Yogyakarta dan di Yogyakarta juga masyarakat mengharapkan nobar Piala Dunia dengan beliau,” ujar Ferdinand di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (18/7/2018).
Setelah kembali ke Jakarta, Ferdinand menjelaskan bahwa SBY kembali melakukan serangkaian aktivitas yang menguras energinya sehingga harus dirawat di rumah sakit.
Arah Koalisi?
Apakah dengan simpati yang disebar oleh kedua elite politik nasional ini berarti arah koalisi semakin jelas? Tak ada yang berani memastikan. Yang jelas, publik kembali teringat persaingan ketat keduanya pada pemilu 2009. Saat itu, Prabowo menduduki peringkat ketiga dari berbagai survei yang ada. Prabowo di bawah SBY dan Megawati, yang berada di urutan teratas.
Berdasarkan kondisi tahun 2009 itu, publik melihat betapa Prabowo menjadi ancaman potensial untuk menggeser elektabilitas dua tokoh nasional berperingkat di atasnya. Jika saja Prabowo terus maju dan merangsek untuk ikut dalam pemilihan presiden (pilpres), sangat besar kemungkinan SBY akan mengalami kekalahan dari Megawati karena sebagian suara pendukung jenderal asal Pacitan itu berpotensi pindah haluan karena jenis dan tipe pendukung yang hampir mirip.
Apakah kini semua terbuka dengan kunjungan Prabowo menjenguk SBY serta kicauan “penghormatan” petinggi Partai Demokrat? Bahwa sebenarnya telah ada kesepakatan antara SBY dan Prabowo pada 2009, dan akhirnya SBY yang memperoleh keuntungan terbesar? Hanya kedua tokoh itulah yang tahu pasti.
Namun, yang menarik adalah, melalui media terlihat rival-rival politik keduanya telah bersiaga penuh untuk mengantisipasi segenap kemungkinan. Adalah Ketua DPP Partai Nasdem, Johny G. Plate, yang memberikan analisis bahwa pertemuan antara SBY dan Prabowo kemungkinan besar membicarakan mengenai koalisi menyambut pilpres 2019.
“Dalam kaitan dengan pemilu legislatif pasti saling bersaing dan setiap partai pasti juga ingin membentuk koalisi yang kuat untuk pilpres 2019,” ujar Johny di Jakarta, Kamis (28/7/2017).
Menurut dia, pertemuan SBY dan Prabowo merupakan penanda bahwa persaingan pada pilpres 2019 semakin ketat. Terlebih, ada empat partai yang menolak ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold (PT) seperti tercantum dalam Undang-Undang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang baru. Keempatnya yaitu Fraksi Demokrat, Fraksi Gerindra, Fraksi PAN, dan Fraksi PKS.
Apakah seperti itu yang akan terjadi? Hanya waktu yang bisa membuktikan.