Rencana penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau, menertibkan surat perintah penyidikan (Sprindik), terhadap Harris Anggara alias Liong Tjai, sampai saat ini belum terealiasasi.
Pasalnya, sejak dijanjikan akan dikeluarkan Sprindik baru, sampai, hampir dua pekan dinyatakan kalah dalam sidang praperalian Polda Riau belum menindaklanjutinya.
Sosok Harris Anggara merupakan salah satu tersangka dugaan korupsi pengadaan dan pemasangan pipa transmisi di Tembilahan, Indragiri Hilir. Sebelumnya, penyidik memasukkan Direktur PT Cipta Karya Bangun Nusa (CKBN) sebagai daftar pencarian orang (DPO).
Statusnya menjadi DPO, karena saat pemanggilan sebagai tersangka yang bersangkutan tidak hadir. Bahkan, penyidik mengakui, saat itu upaya pencarian yang dilakukan penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskirmsus) ke Medan, Sumatera Utara (Sumut) tak membuahkan hasil.
Perbuatan melawan hukum yang dilakukan Harris yakni menyediakan tiga perusahaan untuk ikut pelelangan yg berdasarkan E-Audit LKPP ditemukan perbuatan persengkongkolan.
Kemudian, ia diduga sebagai selaku otak pelaku dan pengendali kegiatan yang membiayai pekerjaan dengan mengirimkan uang jaminan pelaksanaan sebelum pekerjaan dilaksanakan.
Bahkan, Haris Anggara diduga turut memberikan dukungan pipa yang tidak sesuai dengan SNI dan persyaratan kontrak, serta membiayai seluruh operasional dilapangan atas pekerjaan tersebut lalu menerima aliran dana untuk pembayaran dengan RTGS cek yang dikeluarkan oleh PT. Panotari Raja ke Rekening BII Harris Anggara.
Kombes Gidion Arif Setiawan selaku Direktur Reskrimsus Polda Riau, tak menampik status tersangka Harris Anggara telah dicabut setelah dinyatakan menang dalam sidang praperadilan.
Konfirmasi terbaru, Gidion mengungkapkan sejuah ini penyidik belum menerbitkan sprindik baru terhadap yang bersangkutan.
”Sprindiknya belum, dan nanti diterbitkan sprindik barunya,” ujar Gidion akhir pekan lalu.
Mantan Wadir Narkoba Polda Metro Jaya ini mengatakan, penerbitan sprindik baru untuk dilakukan penyidikan ulang dalam perkara rasuah yang terjadi pada tahun 2013 silam. Terkait kapan akan diterbitkan Gidion mengaku, belum dapat memastikanya.
”Nanti dulu, karena kita harus mulai dari awal lagi penyidikannya,” singkat Dir Reskrimsus Polda Riau.
Selain Harris Anggara, penyidik Ditreskirmsus juga menetapkan tiga tersangka dugaan korupsi pengadaan dan pemasangan pipa transmisi di Tembilahan, Indragiri Hilir. Mereka yakni, Edi Mufti BE selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Sabar Stevanus P Simalonga, Direktur PT Panatori Raja selaku pihak rekanan dan Syahrizal Taher selaku konsultan pengawas. Terhadap ketiga telah dilakukan penanahan usai menjalani proses pemeriksaan sebagai tersangka, Jum’at (19/10) lalu.
Bahkan, Wakil Bupati Bengkalis, Muhammad juga telah beberapa kali diperiksa. Politisi PDI Perjuangan terakhir menjalani pemeriksaan pada Kamis (18/10) dengan status masih sebagai saksi.
Sebelumnya dugaan korupsi tersebut berawal dari laporan sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Proyek milik Bidang Cipta Karya Dinas PU Provinsi Riau tahun 2013 ini, menghabiskan dana sebesar Rp3.415.618.000. Proyek ini ditengarai tidak sesuai spesifikasi.
Dalam laporan LSM tersebut, Muhammad ketika menjabat Kabid Cipta Karya Dinas PU Riau tahun 2013, diduga tidak melaksanakan kewajibannya selaku Kuasa Pengguna Anggaran proyek pipa tersebut. Selain itu, LSM itu juga menyebut nama Sabar Stavanus P Simalonga selaku Direktur PT Panatori Raja, dan Edi Mufti BE selaku PPK, sebagai orang yang bertanggung jawab dalam dugaan korupsi ini.
Pada Kontrak rencana anggaran belanja tertera pekerjaan galian tanah untuk menanam pipa HD PE DLN 500 MM PN 10 dengan volume sepanjang 1.362,00. Ini berarti galian tanah sedalam 1,36 meter dan ditahan dengan skor pipa kayu bakar sebagai cerucuk. Galian seharusnya sepanjang dua kilometer.
Pada lokasi pekerjaan pemasangan pipa, tidak ditemukan galian sama sekali, bahkan pipa dipasang di atas tanah. Kemudian pada item pekerjaan timbunan bekas galian, dipastikan fiktif. Karena pengerjaan galian dan penimbunan tidak pernah ada.
Pekerjaan tersebut dimulai 20 Juni 2013 sampai dengan 16 November 2013, sementara pada akhir Januari 2014 pekerjaan belum selesai. Semestinya, kontraktor pelaksana PT Panotari Raja diberlakukan denda keterlambatan, pemutusan kontrak, dan pencairan jaminan pelaksanaan.
Namun menariknya, pihak Dinas PU Riau tidak melakukan denda, tidak memutus kontrak, dan tidak mencairkan jaminan pelaksanaan. Bahkan, Dinas PU Riau diduga merekayasa serah terima pertama pekerjaan atau Provisional Hand Over sebagaimana tertuang dalam Berita Acara Serah Terima Pertama Pekerjaan/PHO Nomor: 0/BA.ST-I/FSK.PIPA.TBH.XII/2013 tanggal 13 Desember 2013.
Akibat dari tidak dilakukannya pekerjaan galian tanah serta penimbunan kembali galian tanah. Namun pekerjaan tetap dibayar, negara diduga telah dirugikan Rp700 juta. Denda keterlambatan 5 persen dari nilai proyek sama dengan Rp170.780.900, dan jaminan pelaksanaan 5 persen dari nilai proyek juga Rp170.780.900. Sehingga diperkirakan total potensi kerugian negara Rp1.041.561.800. (HA)