Pemerintah Provinsi Sumatera Utara seharusnya lebih inisiatif, pro aktif dan kreatif dalam mengatasi harga jual hasil perkebunan dan pertanian. Harga jual yang berfluktuasi selama ini cenderung rendah untuk mengatasi kemiskinan dan kehilangan jumlah rumah tangga petani.
“Sumut ini dikenal dengan hasil perkebunan dan pertanian. Namun nyatanya, pendapatan petani tetap rendah, hingga mengakibatkan banyak petani beralih pekerjaan. Kondisi seperti ini harus disikapi segera mungkin oleh Pemprov Sumut,” kata Anggota Komisi 1 DPR RI, Effendi MS Simbolon, Senin (11/9).
Disebutkan, harga jual yang berfluktuasi sebenarnya memang hukum ekonomi yakni demand and suplay. Tetapi pemerintah bisa ikut campur, seperti membentuk BUMD Pangan yang dilakukan provinsi lain.
Bahkan di luar negeri, sebutnya, seperti Malaysia sudah lama melakukannya dengan membeli karet petani saat harga jatuh. Effendi mengakui, sebelumnya Pemprov Sumut diinformasikan pernah merencanakan membentuk BUMD Pangan, nyatanya belum jadi padahal sudah melakukan studi banding ke Jawa Timur.
“Itu tandanya Pemprov Sumut belum serius mengatasi akar masalah yang dihadapi petani, termasuk tidak bisa melihat potensi bisnis untuk BUMD,” ujarnya.
Politisi PDIP itu menegaskan, BUMD Pangan bisa membeli komoditas hasil petani saat harga anjlok atau sampai merugikan petani. Dengan harga jual yang tetap bagus karena dibeli BUMD Pangan, maka petani tetap bisa eksis.
“Kita jangan berfikir BUMD merugi dengan langkah itu, karena BUMD bisa melepas ke pasar saat harga membaik dan saat dibutuhkan,” tegasnya.
Menurut Effendi, dengan langkah tersebut, di samping bisa menjaga harga di tingkat petani dan BUMD bisa untung, Pemprov Sumut juga bisa menekan gejolak inflasi dengan kemampuan menjaga stok.
Effendi yang banyak mendapat dukungan untuk maju lagi menjadi calon Gubernur Sumut periode 2018-2023 menyebutkan, inflasi di Sumut cukup tinggi atau sebesar 6,34 persen tahun lalu, dan sangat mengganggu pertumbuhan ekonomi di Sumut
“Dengan sumber daya alam Sumut yang cukup banyak dan bagus, harusnya pertumbuhan ekonomi Sumut bisa di atas rata-rata angka nasional,” ucapnya.
Effendi berpandangan, jika tahun ini pemerintah pusat menargetkan pertumbuhan ekonomi 5,20 persen bahkan direvisi menjadi 5,17 persen, harusnya Sumut bisa lebih tinggi dari angka itu. Ironisnya, pertumbuhan ekonomi Sumut di semester I masih 4,8 persen.
Kemudian, lanjutnya, jika muncul kekhawatiran pembentukan BUMD Pangan terkendala sumber daya manusia (SDM) di Pemprov Sumut bukan masalah utama, karena Pemprov Sumut bisa mencari orang yang tepat memimpin BUMD Pangan.
“Sudah saatnya perusahaan BUMD di Sumut mengantongi keuntungan, jangan lagi BUMD merugi. Perusahaan yang merugi biasanya akibat penempatan SDM yang tidak pas,” sebutnya.
Effendi menyarankan, Pemprov Sumut harus bisa melakukan banyak langkah untuk mendukung program pemerintah pusat yang saat ini berupaya mempertahankan atau memulihkan kembali jumlah rumah tangga pertanian, yang beralih fungsi.
Sebelumnya Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengungkapkan, setiap tahun Indonesia kehilangan rata-rata dua persen jumlah rumah tangga petani di tengah minimnya jumlah petani berusia di bawah 45 tahun.
Diungkapkan, kehilangan petani dikarenakan berpindah profesi, dan lebih banyaknya atau 61 persen petani berusia di atas 45 tahun tentu saja memprihatinkan, karena Indonesia sebagai negara agraris.