Pembentukan poros ketiga dalam pemilihan presiden (pilpres) 2019 tampaknya bukan isapan jempol belaka. Beberapa waktu lalu, puluhan orang yang tergabung dalam sukarelawan Amin (Anies-Muhaimin) mendeklarasikan dukungan untuk keduanya maju dalam pilpres 2019.
Berdasarkan penjelasan anggota relawan, ada cukup alasan mengusung keduanya maju. Anies Baswedan merupakan teknokrat yang memiliki pengetahuan yang luas. Apalagi sebelum menjadi Gubernur DKI Jakarta, Anies memimpin Universitas Paramadina. Malah saat menjabat menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, banyak inovasi yang dilakukan dan dia bekerja luar biasa. Sebaliknya, Muhaimin Iskandar, akrab disapa Cak Imin, merupakan anak muda dan representasi santri yang juga mengerti masyarakat tradisional.
Meski demikian, para relawan mengaku belum pernah bertemu langsung dengan Anies maupun Cak Imin. Deklarasi itu pun diklaimnya dibiayai mandiri.
Terkait hal ini, Wasekjen PKB, Daniel Johan, menyebut pihaknya telah mendapat laporan adanya sukarelawan yang mendeklarasikan dukungan untuk Anies agar berpasangan dengan sang ketua umum. Deklarasi tersebut dilakukan sejumlah sukarelawan beberapa hari lalu di Depok.
“Iya kami juga kaget dengan deklarasi Anies-Cak Imin (Amin), tentu itu bagian dari aspirasi dukungan masyarakat kepada Cak Imin yang perlu kami apresiasi,” ujar Daniel kepada detik.com,Jumat (6/7/2018).
Menurut Daniel, ini duet ke-6 bagi Cak Imin yang dideklarasikan oleh sukarelawan. Cak Imin pernah mendapat deklarasi duet untuk berpasangan dengan Jokowi, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Prabowo Subianto, Gatot Nurmantyo, dan Jusuf Kalla. PKB meyakini Cak Imin akan menjadi salah satu tokoh sentral dalam konstestasi pilpres 2019.
Namun, yang menarik adalah, publik Indonesia juga menyaksikan bahwa Anies belum juga menunjukkan tanda-tanda akan maju sebagai salah satu capres ataupun cawapres. Ketika dalam suatu kesempatan pernah dikonfirmasi oleh media, Anies memilih untuk menjawab diplomatis, mengatakan bahwa ia masih mengemban tugas sebagai gubernur. Ia juga tak ingin mengkhianati Prabowo Subianto, yang sudah mengusungnya sebagai gubernur.
Partai Gerindra sebagai pengusung Anies di pilgub DKI Jakarta sudah memastikan Anies memiliki komitmen dengan Prabowo. Restu Prabowo disebut perlu didapat Anies bila memang akan maju dalam pilpres 2019.
“Itu nanti dikembalikan ke Prabowo. Soal Pak Prabowo mengiyakan Anies maju atau belum, pasti Pak Anies tetap menghormati Pak Prabowo. Masih baru pembicaraan tingkat partai. Itu saya bayangin kira-kira 2-3 hari sebelum pendaftaran. Masih 25 hari ke depan,” sebut Waketum Gerindra, Ferry Juliantono, Kamis (5/7/2018).
Apakah dengan ini peluang Anies-Muhaimin tertutup? Siapa bilang! Tanggapan menarik datang dari Dosen Ilmu Politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio. Ia mengatakan kepada media bahwa pembentukan poros ketiga untuk pilpres 2019 masih terbuka. Menurutnya, poros ketiga itu bisa dibentuk oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Hendri mengatakan, bila koalisi PKS-PAN-PKB benar-benar terjadi, bakal melahirkan kekuatan politik besar untuk menantang kubu Jokowi maupun Prabowo. “Kalau PKS, PAN, PKB jadi satu, ini koalisi umat. Mengerikan itu. Mungkin tidak bergabung? Bayangkan kekuatan NU bersatu dengan Muhammadiyah,” kata Hendri dalam diskusi bertajuk ”Sebulan Jelang Pendaftaran Capres: Koalisi (Bukan) Harga Mati?” di Pulau Dua Restaurant, Jakarta Pusat, Selasa (10/7/2018).
Yang menarik, Hendro berpendapat bahwa poros ketiga juga berpotensi memunculkan duet inovatif. Tengok saja pasangan Cak Imin-Ahmad Heryawan atau Jusuf Kalla-Cak Imin. Ia menambahkan, bila Jusuf Kalla membangun satu poros dan meminta tiga partai tersebut bergabung, tentu bukan sesuatu yang mustahil. Jika sukses, kekuatannya juga diperkirakan akan sangat besar.
Benarkah seperti itu? Berdasarkan hitung-hitungan di atas kertas, kemungkinan-kemungkinan yang ditawarkan Hendro adalah logis. JK walaupun berpotensi besar, tak akan bisa maju lagi sebagai cawapres, tetapi punya kesempatan sebagai capres. Apalagi ia punya dukungan kuat dari internal Golkar, pasca Partai Beringin itu dihantam berbagai turbulensi terkait kasus hukum.
Di sisi lain, JK harus melakukan negosiasi tingkat tinggi dengan Aburizal Bakrie sebagai salah satu tokoh sentral Golkar. Sebabnya, Ical telah mendapatkan durian runtuh dari pemerintahan Jokowi, berupa dilanjutkannya proyek Lapindo Brantas dengan masa kontrak hingga 2040.
Apakah ini akan menyebabkan Golkar terpecah? Tak ada yang tahu. Namun, banyak pengamat politik beropini bahwa sebagai politisi senior, jelas JK tak akan mau menyerah begitu saja. Walaupun tak maju sebagai capres ataupun cawapres, JK punya kans menjadi “King Maker”. Posisi politisi kawakan asal Bugis ini akan kian kuat bila berhasil mencapai kesepakatan dengan SBY. Poros ketiga selain Jokowi dan Prabowo juga kian punya kemungkinan besar untuk muncul.
Menanggapi dinamika yang ada, Ketua DPP Partai Gerindra, Ahmad Riza Patria, menyebut pihaknya sudah mengerucutkan beberapa nama yang masuk dalam daftar cawapres potensial untuk mendampingi Prabowo. Selain Cak Imin dan AHY, Riza menyebut nama Ahmad Heriyawan beserta Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan, dan Ketua Majelis Syuro PKS, Salim Segaf Al Jufri.
Dari luar partai terdapat nama Anies dan Gatot. Nama-nama itu, kata Riza tengah dirundingkan dengan partai calon koalisi.
Sementara itu, politikus PDIP, Puan Maharani, mengatakan bahwa pendukung Presiden Jokowi saat ini masih memantau perkembangan sekaligus pergerakan partai-partai yang belum memberikan dukungan. “Semua saling melihat. Partai pemerintah dan partai di luar pemerintah juga saling melihat siapa calonnya, pendampingnya, dan kekuatannya,” kata Puan di Kompleks Istana Kepresidenan, Rabu (11/7).
Puan menjawab diplomatis terkait waktu pengumuman siapa yang menjadi pendamping Jokowi. Putri almarhum Taufik Keimas itu mengatakan bahwa Presiden Jokowi bakal mendeklarasikan dan mendaftarkan pasangan capres dan cawapres sesuai yang ditentukan KPU, yakni mulai 4 hingga 10 Agustus.
Situasi tambah menarik ketika sebuah survei dari Pusat Kajian Pembangunan dan Pengelolaan Konflik (Puspek) FISIP Universitas Airlangga menunjukkan bahwa pemilih Islam menyukai Jokowi-Cak Imin sebagai pasangan capres-cawapres. Dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Selasa (3/7/2018), disebutkan dalam simulasi tiga capres-cawapres, peluang keterpilihan Jokowi-Cak Imin mencapai 41%, melampaui Prabowo-Zulkifli Hasan 26,3% dan Gatot-Anies 6,4%.
Jika hanya ada dua capres dan cawapres pada pilpres 2019, peluang Jokowi-Cak Imin sebesar 42%, sedangkan Prabowo-Anies menempel tujuh persen di bawahnya dengan 35,7%. Peluang keterpilihan Jokowi lebih besar jika berpasangan kembali dengan Jusuf Kalla, yakni 47,1 persen. Berdasarkan survei itu, pemilih Islam yang memilih Jokowi sebesar 47,9% disusul Prabowo 30,1%.