Komandan Komando Tugas Bersama (Kogasma) Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono, memutuskan berkecimpung di dunia politik sejak satu setengah tahun terakhir. Langkahnya diawali dengan pengunduran diri dari korps TNI Angkatan Darat untuk mengikuti pertarungan memperebutkan kursi gubernur DKI Jakarta pada 2017.
Kini, sosok yang akrab disapa AHY itu sepenuhnya mencurahkan tenaga untuk membangun bangsa. Hanya dalam rentang setahun terakhir, AHY sudah berkeliling ke-22 provinsi dan 100 kota di Indonesia. Mencoba berbagi gagasan dan inspirasi, menyerap aspirasi masyarakat.
Pengalaman terjun langsung ke masyarakat dan masuk partai politik membuat AHY sadar, “medan perang” yang dimasukinya berbeda dengan saat dirinya masih aktif di militer. Kendati bersifat cair, politik disebutnya memiliki musuh yang tidak jelas karena tergantung kepentingan pihak-pihak tertentu.
Demi menghadapi ketidakpastikan di politik, putra sulung Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu sudah mempersiapkan diri dengan kemungkinan yang akan terjadi ke depan, khususnya menghindari hal negatif mengenai dirinya di masyarakat.
AHY ingin mewujudkan diri menjadi politisi yang mengedepankan moralitas. “Untuk image, saya ingin menjadi seorang politisi yang mengedepankan moralitas dan etika, bukan yang menghalalkan segala cara,” tutur AHY saat ditemui di kantornya di Jakarta.
Menurut AHY, salah satu cara merealisasikan tujuan tersebut adalah dengan memberikan edukasi kepada masyarakat secara langsung. “Di sini peran politisi dan partai politik menjadi penting untuk terus mematangkan demokrasi di Tanah Air,” tuturnya.
Tidak hanya itu, suami Annisa Pohan itu berhasrat mengajak generasi milenial untuk terlibat langsung dalam politik. Tujuannya agar mereka menjadi bagian dari perubahan yang penting di Indonesia.
“Untuk membangun bangsa melalui anak muda, di The Yudhoyono Institute kami ingin memberikan pendidikan tidak hanya aspek intelektual, tetapi utamanya membentuk karakter dan mentalitas masyarakat serta generasi muda.”
Di Bawah Bayang-Bayang SBY?
Setelah masuk secara utuh ke perpolitikan nasional, mengaku kaget. Pasalnya, ternyata politik itu sangat keras. Meski begitu, AHY sangat menikmati proses di dalamnya. Caranya, terus belajar sambil mematangkan kepribadian sebagai seorang politisi. AHY menegaskan tidak ingin menempuh cara yang tidak santun dalam berpolitik. Dia berharap tujuan yang awalnya baik, menjadi politisi untuk kepentingan masyarakat kemudian dicederai oleh cara-cara curang.
“Sekarang banyak penyebarluasan berita hoax, black campaign, melakukan tindakan SARA dan membunuh karakter. Itu bisa menimbulkan perselisihan di antara anak bangsa. Cara itu tidak santun dalam politik,” katanya. Menyoal anggapan yang menyebut dirinya masih berada di bawah bayang-bayang sang ayah, AHY mengatakan pendapat itu sangat wajar.
Apalagi jika yang melontarkan lawan politik. Namun, SBY di mata AHY bukan hanya seorang ayah atau orang tua. Lebih dari itu, Presiden ke-6 Indonesia itu merupakan mentor bagi dirinya. “Jika dibilang saya berada di bawah bayang SBY, tidak juga. Karena meski dekat, SBY adalah SBY. AHY adalah AHY. Kami punya kepribadian tersendiri.” tuturnya. “Saya sangat setuju dengan pendapat setiap pemimpin ada masanya, dan setiap masa ada pemimpinnya.”