Kasus dugaan gratifikasi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1 terus bergulir menghantam Partai Golkar. Diawali kader Golkar yang merupakan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eni Maulani Saragih, ditetapkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka. Berikutnya, mantan Sekretaris Jenderal, Idrus Marham, yang kena ciduk. Idrus sampai harus mundur dari jabatannya sebagai Menteri Sosial. Kini penyelidikan bergulir ke figur-figur penting partai beringin.
Seolah berlomba dengan waktu, KPK dijadwalkan memeriksa anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar, Nawafie Saleh. Juru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan bahwa Nawafie rencananya akan diperiksa sebagai saksi untuk melengkapi berkas penyidikan dengan tersangka Idrus.
Bersamaan itu, KPK juga memanggil Direktur PT Nugas Trans Energy, Indra Purnamadai. Indra yang menjabat sebagai Direktur PT Raya Energi Indonesia itu, kata Febri, akan diperiksa sebagai saksi. Sebelumnya KPK telah melakukan pemeriksaan terhadap kader senior Golkar, Melchias Marcus Mekeng, yang dimintai keterangan untuk melengkapi berkas penyidikan Idrus.
Selain Melchias, penyidik KPK juga memanggil staf khusus DPR, Tahta Maharaya. Serupa dengan Melchias, Tahta juga akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Idrus. Padahal, selama ini publik Indonesia mengetahui bahwa Melchias maupun Nawafie adalah dua figur sentral partai yang banyak terlibat di belakang layar.
Fakta ini mencuatkan spekulasi di ranah publik. Apa lagi kalau bukan terkait sandera menyandera politis menjelang perhelatan akbar pemilihan legislatif (pileg) dan pemilihan presiden (pilpres) 2019.
Tanda-tanda ke arah ini sudah disinyalir politisi senior Golkar, Fadel Muhammad. Pria asal Gorontalo itu mengatakan, internal Golkar pecah pasca Presiden Jokowi menggandeng Ma’ruf Amin sebagai calon wakil presiden (cawapres) dalam pilpres 2019. Golkar sejak awal berharap Jokowi menggandeng kader partai sebagai wakilnya.
Tidak menutup kemungkinan perpecahan itu akan membuat kader Golkar mendukung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Fadel mengklaim, ada jajaran elite Golkar di dewan pembina yang akan memberikan dukungan kepada Prabowo-Sandiaga. Dirinya dan Aburizal Bakrie menyaksikan adanya dinamika kader-kader Partai Beringin yang ingin mendukung Prabowo-Sandi dalam pilpres 2019.
Menurut Fadel, senior Golkar sudah memiliki pengalaman berpolitik yang matang. Dirinya dan kader senior Golkar tidak bisa dilarang untuk tidak berbicara mengenai intern partai, termasuk sikap menyambut pilpres 2019.
Fadel pun mencontohkan, bukan kali pertama ada perbedaan sikap antara DPP dan tokoh senior Golkar. Dalam Pemilu 2014, Golkar mendukung Prabowo-Hatta. Nyatanya sejumlah kader senior seperti Ginandjar Kartasasmita memilih mendukung pasangan Jokowi-JK.
Dari situ, Fadel memprediksi bahwa dalam pilpres 2019, Golkar bisa kembali pecah. Sebagian kader bakal mendukung Prabowo-Sandi. Dan perbedaan sikap politik antara elite Golkar dengan DPP akan memuncak pada November. Akan ada dinamika yang menguat terkait kemungkinan Golkar pecah dan sebagian kadernya mengalihkan dukungan ke Prabowo-Sandi.
Seolah mengamini pernyataan Fadel, Senin (24/9/2018), sejumlah pengurus Golkar yang juga calon legislatif membentuk kelompok relawan yang diberi nama Go Prabu (Golkar Prabowo Uno). Relawan ini sepakat memenangkan Prabowo-Sandi.
“Kami deklarasi Go Prabu karena kondisi Partai Golkar yang sama sekali tidak diuntungkan dalam mendukung pasangan Jokowi-Ma’ruf,” ujar Cupli Risman, Koordinator Nasional Forum Caleg Golkar, dalam keterangan tertulis kepada media.
Dia juga mengungkapkan, melorotnya suara Golkar menjadi partai kelas menengah hasil beberapa lembaga survei, yang diyakini karena mendukung Jokowi-Ma’ruf dalam pilpres 2019.
Internal Partai
Pernyataan Wakil Ketua Dewan Pakar DPP Golkar, Mahyudin, juga menyiratkan kondisi yang terjadi di tubuh partai. Ia membeberkan, internal partainya mengalami perpecahan akibat perbedaan pendapat soal dukungan bagi calon yang akan diusung dalam pilpres 2019.
Mahyudin mengakui, di internal Golkar terdapat beberapa kader yang kecewa karena Ketua Umum Golkar, Airlangga Hartanto, tak dipilih oleh Jokowi sebagai cawapres. Mereka pun mengalihkan dukungannya ke pasangan Prabowo-Sandi.
Sebelumnya, mantan politisi Golkar yang telah menjadi kader Partai Nasdem, Ferry Mursyidan Baldan, berbalik arah mendukung Prabowo-Sandi. Mantan Menteri Agraria itu menjadi anggota tim sukses setelah diminta secara langsung oleh Prabowo.
Meski demikian, Wakil Presiden Jusuf Kalla menyangkal adanya perpecahan di tubuh Partai Beringin menjelang pilpres 2019. Menurutnya, apa yang menjadi dituduhkan Fadel tidak benar. Golkar masih solid mendukung Jokowi-Ma’ruf.
“Soal pecah tidak pecah, itu semua biasa di Golkar, tetapi saya kira kasus ini tidak (tak akan pecah dukungan),” kata JK.
Dari kubu oposisi, Partai Gerindra membuka pintu bagi kader Golkar yang mendukung pasangan Prabowo-Sandi. “Kami menyambut baik kalau ada kader-kader Partai Golkar yang ingin bergabung atau mendukung pasangan Prabowo-Sandi, tentu kami mengakomodir dan menyambut baik,” kata Ketua DPP Gerindra, Ahmad Riza Patria, kepada CNNIndonesia.com, Kamis (23/8).
Riza menambahkan, pihaknya tak hanya terbuka bagi kader partai berlambang pohon beringin, tetapi juga kader partai lain, organisasi kemasyarakatan, dan pihak-pihak yang sepaham dengan perjuangan yang dibawa oleh pasangan Prabowo-Sandi.
Apakah ini berarti aksi bedol desa akan menjadi kenyataan seperti yang diramalkan Fadel? Atau malah ini merupakan upaya Golkar untuk lebih menaikkan daya tawar mengingat dengan pukulan bertubi-tubi kasus gratifikasi yang menimpa, jelas mengancam daya elektabilitas mereka pada 2019?
Tak ada konfirmasi lebih lanjut dari Golkar. Yang pasti, keputusan Jokowi mengganti Idrus dengan Agus Gumiwang Kartasasmita, yang merupakan anak tokoh senior Golkar, menguatkan asumsi publik terkait adanya aksi pecah belah Golkar.
Pertanyaan yang mengemuka kemudian, apakah benar semua itu semata demi pilpres? Ataukah ada skenario yang lebih besar dari itu, seperti penguasaan Golkar secara mutlak dengan “penguasa” baru?