Kabar heboh datang di tengah suasana duka gempa Palu dan Donggala di Sulawesi Tengah. Ratna Sarumpaet, salah seorang juru kampanye Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, membuat gempar. Kehebohan dibuat Ratna Sarumpaet bermula dari postingan bahwa dirinya mengalami tindak kekerasan di Bandung, Jawa Barat, seusai menghadiri sebuah konferensi internasional.
Entah bagaimana kejadiannya, lewat twitternya politikus Partai Gerindra, Fadli Zon, memposting foto wajah Ratna. Simpati pun berdatangan, Rachel Maryam dan Hanum Rais langsung urun suara. Sampai kemudian Prabowo menggelar konferensi pers terkait penganiayaan terhadap Ratna.
Belakangan kebohongan Ratna terkuak. Ratna tak pernah dipukuli, tetapi justru menjalani operasi plastik dengan biaya yang fantastis, Rp 90 juta! Ratna mengaku berbohong karena terus ditanya oleh anak-anaknya mengapa mukanya lebam-lebam.
Nasi sudah jadi bubur, kebohongan Ratna pun menuai kecaman di berbagai media. Entah apa yang dia pikirkan ketika mengarang cerita bohong itu.
Kejanggalan Cerita
Sebetulnya kejanggalan cerita Ratna sudah bisa terbaca sejak awal. Tompi, artis yang juga dokter bedah estetika, mencurigai bahwa luka lebam di muka Ratna karena tindakan bedah estetika. Tompi juga menengaraiwallpaper tempat Ratna berswafoto adalah di Rumah Sakit (RS) Bina Estetika, Jakarta.
Kecurigaan Tompi terbukti. Polisi menemuka adanya rekam medis dan rekaman CCTV Ratna berada di RS Bina Estetika pada 21 September 2018. Patah sudah pernyataan Ratna bahwa dia mengalami pemukulan ketika itu.
Kejanggalan lain, tim sukses Prabowo-Sandi menyatakan bahwa Ratna juga mengalami pemukulan di bagian perut. Padahal, Ratna pulang langsung ke Jakarta malam itu juga.
Kejanggalan sebetulnya mulai terlihat, apakah seseorang yang terkena pukulan dan sampai babak belur tidak mendapat perawatan intensif. Pulang ke Jakarta begitu saja, tanpa adanya rujukan dari dokter. Sepertinya hanya di sinetron hal seperti ini terjadi.
Namun, ini bukan sinetron. Ini kisah nyata Ratna dan cerita karangannya. Mirisnya lagi cerita ini dibikin ketika semua orang fokus terhadap gempa bumi dan tsunami di Palu dan Donggala.
Belajar Memverifikasi
Cerita Ratna berhasil mendulang simpati. Bagaimana tidak, sebelumnya Ratna sering ditolak hadir di beberapa daerah, tidak boleh keluar bandara dan harus kembali lagi ke Jakarta. Kasus tersebut dialami Ratna beberapa kali, antara lain di Batam dan Surabaya. Masuk logika jika kemudian cerita Ratna mengundang simpati karena memang ada rentetan peristiwa sebelumnya.
Mahfud MD sampai mengucapkan simpati dan meminta pemerintah untuk mengusut tuntas kasus Ratna. Kali ini Mahfud pun tertipu. Prabowo pun mengaku dirinya terburu-buru dalam melihat kasus Ratna.
“Saya tidak merasa saya berbuat salah, bahwa saya akui, bahwa saya agak grasa-grusu, tetapi itu ya sudah, namanya kita baru belajar, tim saya ini baru,” ujar Prabowo, seperti yang dikuti kompas.com.
Belakangan, Ratna diketahui telah mengundurkan diri dari tim sukses Prabowo-Sandiaga. Namun, menurut tim sukses Prabowo-Sandi, sebelum Ratna mengundurkan diri, mereka sudah lebih dulu memberhentikan Ratna.
Kasus Ratna membuat semua orang harus belajar lagi verifikasi informasi. Masyarakat diharapkan tak langsung mempercayai satu sumber saja yang kemudian menjadi viral. Siapa pemberi informasi, dan keterangan jelas dari pihak terkait jelas dibutuhkan untuk memastikan kebenaran semua informasi.
Warga net juga harus belajar tidak mudah menghujat dan membela golongannya mati-matian. Perlu pemikiran jernih dan logis dalam melihat fenomena dan beragam kasus yang terjadi di Indonesia.
Turunkan Elektabilitas?
Lalu, apakah kebohongan Ratna akan menurunkan elektabilitas Prabowo? Bagi pendukung solid, Prabowo hal ini tidak akan mengubah pilihan mereka. Bagi mereka, Ratna-lah yang berbohong, Prabowo tidak. Prabowo hanyalah korban dari kebohongan Ratna.
Jika dilihat dari massa solid, elektabilitas Prabowo-Sandi tak turun. Memang sempat Prabowo berada di atas angin ketika merespons cepat tindakan kekerasan yang dialami Ratna, tetapi seketika citra tersebut luruh.
Prabowo telah meminta maaf. Ini bisa juga untuk menaikkan pamor Prabowo. Apa? Berani mengakui kesalahan dan meminta maaf secara terbuka. Di sisi lain, bagi swing voters, kebohongan Ratna bisa mencederai kepercayaan. Bisa jadi mereka berbalik arah, bisa jadi mereka akan menimbang lagi dalam mengambil keputusan. Faktanya, kebohongan Ratna ini bisa menjadi gorengan renyah bagi lawan politik Prabowo.
Intinya, kebohongan Ratna tak akan menyebabkan elektabilitas Prabowo turun drastis karena Prabowo memiliki tim solid yang siap menerima permintaan maaf dan memberi maaf karena sudah dibohongi.