Ketua Dewan Pembina Pertai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono, memang tak pernah secara terang-terangan mengajukan nama calon wakil presiden (cawapres) untuk mendampingi Prabowo Subianto. Seperti diketahui, setelah intens menggelar pertemuan, Partai Demokrat memberikan dukungan kepada ketua umum Partai Gerindra itu untuk maju sebagai calon presiden (capres) dalam pemilihan presiden (pilpres) 2019.
SBY memastikan koalisi Demokrat dan Gerindra dibangun untuk membawa Prabowo sebagai capres. Dan dia menyerahkan sepenuhnya nama cawapres kepada Prabowo. Menyerahkan sepenuhnya, bukan berarti tak mengajukan calon. Kabar yang beredar, SBY mengajukan nama Agus Harimurti Yudhoyono, sang putra sulung, yang rela kehilangan karier militer dan banting setir ke dunia politik, dan disebut-sebut cocok mendamping Prabowo
Lain SBY, lain pula Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Jauh sebelum pertemuan SBY-Prabowo digelar, akhir Juli lalu, PKS telah menyatakan mendukung Prabowo sebagai capres. Mereka juga mengajukan sembilan nama kader PKS untuk menjadi calon pendamping Prabowo.
Karena itu, kabar AHY akan dipilih sebagai cawapres tak urung bikin PKS kalang kabut. Salah satu kader PKS yang juga ketua pencapresan, Suhud Aliyudin, bahkan mengatakan bahwa jika cawapres Prabowo bukan salah satu dari sembila nama yang diajukan, akan ada kemungkinan PKS abstain atau menarik diri dari koalisi.
Meski bukanlah sikap resmi partai, “ultimatum” Suhud sempat menjadi perbincangan publik. Sejumlah politisi menilai, sikap tersebut adalah taktik PKS untuk menekan Prabowo. Pasalnya, PKS punya massa loyal yang bisa menjadi lumbung suara bagi Prabowo.
Apa yang disampaikan kader PKS tersebut adalah lumrah dan merupakan bagian dari manuver politik agar mendapatkan simpati Prabowo. Jika dituruti, semua partai tentu ingin kadernya mendampingi Prabowo. Namun, sampai sekarang belum ada kepastian karena siapa paling pantas sebagai cawapres Prabowo butuh pemikiran panjang dan bukan hal mudah untuk diputuskan.
Bukan hanya PKS, partai mana pun yang merasa sebagai “pendukung setia” pastilah kebingungan ketika ada calon lain yang tiba-tiba masuk di detik-detik terakhir. Apalagi jika si pendatang baru tersebut adalah pemain lama yang terbiasa bergaya santun dan manuver halus dalam berpolitik. Tak heran jika muncul pernyataan demikian dari kader PKS.
Obsesi AHY?
Nama AHY disebut-sebut bakal maju sebagai cawapres dalam pilpres 2019 sudah lama bergulir. Mendekati Jokowi sepertinya mustahil terjadi. Hubungan SBY dan Jokowi bisa jadi baik-baik saja, tetapi perang dingin masih terjadi antara SBY dan Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum PDIP.
Gaya politik SBY bisa dibilang halus. Sesaat setelah bertemu Prabowo, SBY menggelar pertemuan dengan Salim Segaf Al-Jufrie, kandidat cawapres yang diajukan PKS. Dalam pertemuan tersebut juga hadir beberapa petinggi PKS.
Lagi-lagi diakui tak ada pertemuan politik dari pertemuan tersebut. Pertemuan tersebut diakui hanyalah sebagai nostalgia ketika SBY dan Salim Segaf masih bersama-sama dalam satu pemerintahan. Iya, betul Salim Segaf adalah Menteri Sosial di era SBY. Khas SBY dan para menterinya, ketika menggelar pertemuan tertutup dan tiba-tiba, pastilah diakui hal lain yang dibicarakan. Siapa pun bisa menduga pertemuan SBY dan Salim Segaf bisa jadi terdapat sebuah kesepakatan politik.
PKS semakin dagdigdug ketika AHY menggelar orasi kebangsaan dengan judul “Muda adalah Kekuatan”. Kendati banyak menuai kritik, orasi tersebut jelas membuat PKS semakin kebat kebit. Apalagi, Prabowo pernah mengatakan salah satu kriteria sosok yang bakal mendampinginya adalah yang mampu berkomunikasi dengan kaum muda.
AHY? Muda dan pastinya tahu cara menggaet suara kaum muda yang tentunya di luar massa PKS. Ada benang merah antara orasi AHY dengan pernyataan Prabowo. AHY seolah ingin menegaskan bahwa dirinya adalah sosok yang pas untuk menjadi cawapres Prabowo.
Sementara PKS? Berulangkali mengingatkan soal sembilan nama yang sudah diajukan. Kita hanya menunggu, jika bukan salah satu dari sembilan nama yang diajukan, apakah mereka akan balik badan ataukah tetap setia mendukung Prabowo, tentu saja dengan kesepakatan politik?
Lalu, kira-kira siapa sosok yang bakal digandeng Prabowo pada tanggal 8 Agustus nanti ke KPU? Kita tunggu tanggal mainnya.