Nama Sandiaga Salahuddin Uno mendadak tenar di panggung politik Tanah Air. Nama pengusaha muda tersebut diperhitungkan di kancah politik Indonesia sejak menjadi calon wakil gubernur DKI Jakarta, tahun lalu. Mulai 16 Oktober 2017, bersama Anies Baswedan, Sandi berhasil menjadi pasangan nomor satu di Ibu Kota.
Nama Sandiaga semakin tenar setelah resmi dideklarasikan menjadi calon wakil presiden (cawapres) Prabowo Subianto untuk berlaga dalam pemilihan presiden (pilpres) 2019. Keputusan Prabowo menggandeng Sandiaga sebagai wakilnya, mengejutkan banyak kalangan. Sebelumnya sejumlah nama seperti Agus Harimurti Yudhoyono, Salim Segaf Aljufri, sampai Ustad Abdul Somad disebut-sebut sebagai kandidat kuat yang bakal mendampingi Prabowo.
Banyak orang mendadak memuja Sandiaga. Muda, ganteng, soleh, kaya, dan sederet puji pun disematkan untuknya. Tidak sedikit kaum perempuan yang “kepincut”, apalagi dalam deklarasi pasangan capres-cawapres di Komisi Pemilihan Umum (KPU), Sandiaga mengatakan bahwa dirinya akan memperjuangkan kepentingan emak-emak. Dan muncullah istilah “Partai Emak-Emak”.
Sebagai “sekutu” Partai Gerindra, Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sempat menyebut Sandiaga sebagai santri post-Islamisme. Bisa ditebak, bahasan terkait post-Islamisme lalu bermunculan.
Barangkali jika Sandi tak maju sebagai cagub tahun lalu, banyak orang tak tahu siapa dia. Kecuali mereka yang bergerak di bidang bisnis dan kalangan akademisi. Lalu, mengapa Sandi mendadak menjadi idola?
Pertama, muda usia. Dari sisi umur, Sandi adalah kandidat termuda. Dia dekat dengan generasi milenial dan berpotensi menggaet para pemilih muda. Ditambah cerita sukses Sandi menjalankan bisnis dan menjadi salah satu orang terkaya di Indonesia. Isu ekonomi dikuasai Sandi dan dia tahu benar ceruk untuk mengambil hati kalangan ibu-ibu.
Salah satu persoalan yang dihadapi Indonesia sekarang ini adalah ekonomi. Pengetahuan dan pengalamannya di bidang bisnis dan ekonomi menjadi nilai plus tersendiri bagi Sandi. Itu adalah poin kedua mengapa Sandi mendadak jadi idola.
Ketiga, peran media. Ya, ada peran media di balik ketenaran Sandi saat ini. Media mulai memberitakan Sandi dengan pernyataan kontroversial, celetukan spontannya, atau gimmick yang membuat Sandi semakin tenar.
Aktivitas dan keseharian Sandi yang dekat dengan anak muda pun bisa juga menjadi alasan mengapa dia menjadi tenar. Sandi suka musik dan gemar olahraga. Inilah yang membuat Sandi kemudian berpotensi untuk menggaet suara milenial.
Punya Kelemahan
Sayangnya, Sandiaga bukan orang yang sempurna. Dia punya kelemahan dan kekurangan. Selain puja-puji, ada pula yang menjadikannya sebagai bahan ejekan, terutama karena selama menjabat wagub, Sandi beberapa kali melontarkan pernyataan kontroversial.
Salah satunya adalah soal harga cabai dan nilai tukar dolar AS. Sandi belum lama menuturkan cerita Ibu Lia dari Pekanbaru, Riau, yang cekcok dengan sang suami lantaran berbekal uang Rp 100.000 dia hanya bisa membawa pulang cabai dan bawang saja.
Ketika masih menjabat sebagai wagub, Sandi beberapa kali mengeluarkan pernyataan blunder yang kemudian menjadi bulan-bulanan warganet. Misalnya ketika menyebut bahwa penyebab kemacetan di kawasan Tanah Abang adalah pejalan kaki. Pernyataan Sandi seolah menunjukkan bahwa dirinya tak pernah turun ke lapangan. Padahal, yang dimaksudkan Sandi, pejalan kaki tersebut sebagai imbas dari pedagang yang berjualan di trotoar sehingga mau tidak mau mereka berjalan di badan jalan.
Sandi belum memiliki pengalaman di bidang pemerintahan sebelumnya. Ceritanya di bidang pemerintahan belum teruji. Dia baru menjabat 10 bulan di DKI Jakarta. Waktu tersebut sepertinya belum bisa menjadi tolok ukur kesuksesan Sandi di bidang pemerintahan.
Berbeda dengan Joko Widodo. Kendati sama-sama meninggalkan kursi pemerintahan DKI Jakarta, Jokowi sudah memiliki pengalaman di bidang pemerintahan. Nama Jokowi mulai moncer ketika menjabat sebagai wali kota dan sukses menata Kota Solo selama dua periode. Inilah yang tidak dimiliki Sandi. Sahabat Sandi, Erick Thohir, justru menjadi ketua tim pemenangan Jokowi-Ma’ruf Amin.
Pemilih sekarang adalah pemilih cerdas. Tentu tidak hanya melihat kandidat pemimpin dari sisi fisik saja. Diperlukan juga pengalaman dan kemampuan merengkuh seluruh kalangan. Lalu, apakah fenomena Sandi akan memengaruhi pilihan anak muda? Kita lihat saja.