MEDAN-Selama delapan tahun terakhir, Provinsi Sumatera Utara menderita 272 kasus korupsi dengan jumlah pelaku dari kasus tersebut tercatat mencapai angka 716 orang.
Total uang yang dikorupsi diperkirakan mencapai 1.174 triliun rupiah.
Koordinator Eksekutif SAHdaR Indonesia Ibrahim mengatakan, Kejaksaan menjadi aparat penegak hukum yang paling banyak menangani kasus korupsi dengan total angka 172 kasus.
Adapun Kepolisian menangani 93 kasus, dan Komisi Pemberantasan Korupsi sebanyak 12 kasus.
“Tercatat kasus-kasus tersebut terjadi dengan berbagai macam modus operandi. Terbanyak adalah mark up dengan total 67 kasus, penyalahgunaan anggaran 66 kasus, penggelapan 58 kasus, penyalahgunaan wewenang 21 kasus, dan sisanya tersebar di suap/pungli, laporan fiktif, dan proyek fiktif,” kata seperti dikutip dari pernyataan tertulis SAHdaR yang diterima tribun-medan.com, Rabu (19/7/2018).
Ibrahim menambahkan, selama delapan tahun terakhir tercatat kasus korupsi yang masuk dalam tahapan penyidikan di Sumut secara kontinum terjadi di tiga sektor utama, yaitu keuangan daerah dengan 56 kasus, kesehatan 38 kasus, dan pendidikan sebanyak 30 kasus.
Menurutnya sektor kesehatan dan pendidikan ini merupakan arena korupsi yang sangat berdampak secara langsung dengan kehidupan masyarakat, dimana keduanya adalah ujung tombak pelayanan publik di Sumut.
“Kedua sektor ini adalah modal capital yang penting untuk mencapai kesejahteraan. Khusus untuk jumlah kasus korupsi yang terjadi di sektor kesehatan, menempatkan Provinsi Sumut sebagai daerah dengan kasus korupsikesehatan terbanyak se-Indonesia,” ujarnya.
Bila dikelompokkan berdasarkan wilayah kota/kabupaten, Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara berada di urutan nomor satu dengan jumlah kasus terbanyak yang disidik oleh aparat penegak hukum, tepatnya ada 33 kasus, diikuti dengan Kota Medan dengan 29 kasus dan Kabupaten Deliserdang sebanyak 24 kasus. Sementara secara koheren data di atas menunjukan bahwa lembaga pemerintahan yang paling parah terdampak masalah korupsi adalah Birokrasi Daerah dengan total 171 kasus, Rumah Sakit Umum Daerah, dan BUMN/D.
“Hal ini juga menunjukkan bahwa pemerintahan daerah perlu bekerja lebih giat dalam melakukan penguatan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah),” katanya.